INFO:
Ketua Umum PDIP Megawati: "Orang-orang yang GOLPUT seharusnya tidak bisa menjadi WNI karena mereka menghancurkan sistem dan tatanan demokrasi serta perundang-undangan negeri ini".
Pilkada 2008 di beberapa daerah jumlah GOLPUT: DKI 35%, Jabar 33%, Jateng 44%, Sumut 43% (MediaIndonesia, 07/07/2008)
KOMENTAR:
1) Yang BENAR justru GOLPUT muncul karena masyarakat sadar dan cerdas bahwa sistem politik saat ini demikian rusak
2) Korupsi, Kezaliman, Mafia Peradilan dan Produk UU hanya dijadikan kepentingan idividu dan partai, terjadi di mana-mana.
Karenanya kredibilitas Partai, DPR dan Pemerintah ANJLOK di mata masyarakat.
Akhirnya masyarakat bersikap GOLPUT
Tampilkan postingan dengan label Kinerja Pemerintah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kinerja Pemerintah. Tampilkan semua postingan
Selasa, 21 Oktober 2008
Rakyat Tidak Bisa Menikmati Uang Rakyat
INFO:
Daftar orang terlantar tahun ini mengalami kenaikan di banding tahun lalu. Hingga September, tercatat jumlah orang terlantar 240 orang (Radar Bogor, 10/10/2008)
APBD Kabupaten Bogor dalam semester pertama tahun 2008 ini baru terserap 28% dari total APBD sebesar 1,9 triliun. Hal tersebut tentu saja menghambat proses pembangunan yang sudah direncanakan sebelumnya (SINDO, 09/2008)
KOMENTAR:
Bukti lagi, rakyat tidak dipedulikan oleh para pemimpin dan pejabat yang dulu pernah merayu dan mendekati rakyat agar dapat terpilih jadi WAKIL RAKYAT dan PEMIMPIN RAKYAT!
Setelah memimpin dan meraih jabatan, janji dan amanah TIDAK DIJALANKAN, padahal dana tersedia.
Daftar orang terlantar tahun ini mengalami kenaikan di banding tahun lalu. Hingga September, tercatat jumlah orang terlantar 240 orang (Radar Bogor, 10/10/2008)
APBD Kabupaten Bogor dalam semester pertama tahun 2008 ini baru terserap 28% dari total APBD sebesar 1,9 triliun. Hal tersebut tentu saja menghambat proses pembangunan yang sudah direncanakan sebelumnya (SINDO, 09/2008)
KOMENTAR:
Bukti lagi, rakyat tidak dipedulikan oleh para pemimpin dan pejabat yang dulu pernah merayu dan mendekati rakyat agar dapat terpilih jadi WAKIL RAKYAT dan PEMIMPIN RAKYAT!
Setelah memimpin dan meraih jabatan, janji dan amanah TIDAK DIJALANKAN, padahal dana tersedia.
Rabu, 08 Oktober 2008
Harusnya PNS bersikap Amanah
INFO :
Warning Plt Sekdakot Bogor Bambang Gunawan untuk memberikan sanksi tegas kepada pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Bogor yang mangkir pada hari pertama masuk kerja terbukti manjur. Plt Sekdakot Bambang Gunawan mengatakan, berdasarkan laporan dari tim sidak, pegawai yang mangkir pada hari pertama kerja sangat sedikit. “Tahun ini ada penurunan jumlah pegawai yang mangkir berkantor pada hari pertama kerja,” terang Bambang. (Radar Bogor, 07/10/2008)
KOMENTAR :
Perilaku disiplin pegawai negara/daerah merupakan suatu kemestian. Ketidakdisiplinan biasanya muncul akibat tidak adanya rasa amanah atas tanggungjawab pegawai negara/daerah sebagai aparatur negara yang digaji oleh uang rakyat.
Warning Plt Sekdakot Bogor Bambang Gunawan untuk memberikan sanksi tegas kepada pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Bogor yang mangkir pada hari pertama masuk kerja terbukti manjur. Plt Sekdakot Bambang Gunawan mengatakan, berdasarkan laporan dari tim sidak, pegawai yang mangkir pada hari pertama kerja sangat sedikit. “Tahun ini ada penurunan jumlah pegawai yang mangkir berkantor pada hari pertama kerja,” terang Bambang. (Radar Bogor, 07/10/2008)
KOMENTAR :
Perilaku disiplin pegawai negara/daerah merupakan suatu kemestian. Ketidakdisiplinan biasanya muncul akibat tidak adanya rasa amanah atas tanggungjawab pegawai negara/daerah sebagai aparatur negara yang digaji oleh uang rakyat.
Selasa, 07 Oktober 2008
Tahun Politik = Tahun Pengurusan Rakyat
INFO: Presiden mengingatkan, 2008 dan 2009 adalah tahun politik. Untuk itu ia meminta agar dilaksanakan politik yang tidak partisan dan mendahulukan kepentingan rakyat. (SINDO, 07/10/2008)
KOMENTAR: Sebagian besar politisi dan partai politik di negeri ini masih memiliki pemahaman tentang politik yang salah kaprah. Politik yang seharusnya dipahami sebagai aktivitas mengurusi rakyat, hanya dipahami oleh mereka sebagai aktivitas yang terbatas pada lobi-lobi politik, penetapan kepemimpinan negara, penetapan undang-undang, kampanye jelang pemilu termasuk melaksanakan pemilu itu sendiri. Sungguh pemahaman yang sangat terbatas dan sempit. Pemahaman yang benar tentang politik tentunya didasarkan pada pendefinisian politik secara benar. Disebutkan dalam kamus Al Muhit bahwa As-Siyasah (politik) berasal dari kata Sasa – yasusu – Siyasatan bi ma’na ra’iyatan (pengurusan). Dengan demikian, politik/siyasah bermakna mengurusi urusan berdasarkan suatu aturan tertentu yang berupa perintah dan larangan. Namun sayang sekali, banyak politisi dan partai politik yang memahami partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (lihat Dasar-dasar Ilmu Politik karya Miriam Budiardjo, Gramedia, 1998).
Pemahaman terbatas tentang politik tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Partai politik dan para politisi memiliki sikap pragmatis yang cenderung akan selalu mengedepankan kepentingan mereka. Mereka hanya sibuk “berpolitik” dan mendekati rakyat di saat mereka memiliki kepentingan untuk itu. Contoh, mereka akan mendekati dan memperhatikan rakyat di masa-masa kampanye jelang pemilu/pilkada. Setelah usai, mereka kembali “tidak peduli”. Mereka serahkan urusan rakyat kepada pemerintah yang menjabat. Demikian pula di saat menyusun RUU atau aturan yang sejenisnya, mereka akan cenderung mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan kelompok mereka dan membuang jauh-jauh hal-hal yang akan merugikan dan mencelakakan mereka. Kepentingan rakyat tidak menjadi prioritas utama. Padahal mereka menyebut dirinya sebagai wakil rakyat.
Penetapan masa jabatan kepala negara dan kepala daerah yang hanya 5 (limat) tahun saja, sejatinya adalah akibat dari adanya sikap pragmatisme para elite politik tersebut. Terlalu banyak yang ingin menjadi dan mencapai posisi kepala negara atau kepala daerah. Sehingga dilakukanlah pemilu/pilkada setiap lima tahun sekali. Padahal jika kita hitung kembali, pelaksanaan pemilu/pilkada tersebut sangat menciptakan biaya yang sangat tinggi (high cost). Belum lagi, jika pemilu/pilkada diadakan dua putaran. Tentunya, dana yang dipakai adalah uang rakyat. Andai saja, pemilu tidak dilakukan sebagai aktivitas rutin lima tahunan, tentunya pemerintah akan dapat mengalokasikan dana tersebut untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga pembangunan dapat berjalan optimal. Akan diperoleh banyak hal dengan dana tersebut. Sekolah-sekolah akan berkondisi layak pakai, sarana dan infrastruktur tersedia, rakyat dapat memperoleh produk yang dibutuhkannya dengan mudah dan murah, kemiskinan akan sangat jauh berkurang, kebodohan akan tereliminasi, dan tentu ujungnya kesejahteraan rakyat tercapai. Semua rakyat akan menjadi “orang kaya”.
Mengapa pemilihan kepala negara/kepala daerah tidak perlu dilakukan secara rutin lima tahun sekali? Tentunya, hal ini sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, bahwa kepemimpinan negara/daerah adalah kepemimpinan yang berlaku seumur hidup pada pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat. Pemimpin negara/daerah terpilih akan berhenti dan diberhentikan dari posisinya, jika secara nyata pemimpin negara tersebut tidak memiliki kemampuan lagi untuk memimpin atau melakukan kemaksiyatan yang menyebabkan yang bersangkutan dinyatakan tidak layak memimpin. Contoh, memiliki cacat fisik dan mental, meninggal dunia atau bermaksiyat. Dengan model kepemimpinan seperti ini, tentunya akan sangat menghemat uang rakyat untuk dibelanjakan pada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu, seperti pembuatan spanduk setiap lima tahun sekali, stiker, kertas suara, spot iklan, kotak suara, pembangunan TPS, honor petugas TPS dan sebagainya. Namun sebaliknya, dana tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Para politisi tidak bersaing dalam memperebutkan posisi pemimpin negara/daerah. Karena mereka sama-sama memahami bahwa siapa saja pemimpinnya, yang sejahtera adalah semuanya, baik rakyat maupun politisi yang tidak terpilih menjadi pemimpin negara/daerah. Bahkan pemimpin negara bersedia “menderita”, asalkan rakyatnya dapat sejahtera. Itulah pemimpin sejati. Karena mereka yakin, bahwa kebahagiaan di dunia berupa kekuasaan dan kekayaan, bukanlah tujuan inti dari hidupnya. Mereka yakin bahwa kehidupan di akhirat kelak-lah yang ingin dicapainya.
Pemahaman seperti ini akan dimiliki rakyat, jika saja partai politik memahaminya dengan baik dan berupaya melakukan pembinaan kepada rakyat agar memiliki pemahaman yang sama. Rakyat akan memahami bahwa ajang pemilu adalah ajang menentukan pemimpin yang akan melakukan fungsi ri’ayah su’unil ummah (mengurusi urasan rakyat), bukan melahirkan pemimpin yang ingin memiliki kemudahan akses dalam memperoleh kekuasaan dan kekayaan.
2. Tidak optimalnya penyelesaian urusan rakyat. Urusan rakyat dianggap sebagai urusan pemerintah yang terpilih sebagai hasil “aktivitas berpolitik” mereka. Kondisi seperti ini, tentunya akan menciptakan tenaga dan “energi” SDM wakil rakyat yang idle (tidak termanfaatkan). Semestinya, wakil rakyat (para politisi & parpol) bekerjasama secara optimal dengan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan kepemerintahaan dan menjalankan program-program pembangunan secara terarah dan terencana. Wakil rakyat melakukan controlling terhadap kebijakan yang dijalankan pemerintah. Dikoreksi jika pemerintah melakukan kesalahan. Dan yang tidak kalah penting juga adalah melakukan pembinaan kepada rakyat, agar rakyat berada pada koridor yang benar dan berperan aktif dalam pencapaian kesejahteraan bersama. Jika kondisi ini terwujud maka percepatan pencapaian kesejahteraan rakyat akan mudah diraih.
3. Rakyat cenderung tidak peduli dengan hal-hal yang disampaikan partai politik dan politisi. Parpol dan politisi mengumbar janji dan program-program pembangunan pada saat kampanye, namun setelah mereka memimpin, mereka sering lupa bahkan melupakan janji dan program yang pernah terlontar di saat kampanye tersebut. Rakyat pun kecewa. Kondisi seperti ini selalu berulang setiap kampanye dan saat mereka telah meraih posisi yang diinginkannya. Mengapa? Karena platform para politisi tentang parpol memang sudah salah kaprah sedari awal. Pendefinisian politik dan parpol sangat pragmatis. Melihat kondisi seperti ini, tentu saja rakyat kecewa dan merasa “tertipu”. Sehingga pada akhirnya memunculkan ketidak-pedulian rakyat terhadap para politisi dan partai politik. Terciptalah angka golput yang tinggi pada setiap pilkada, bahkan pada pemilu. Parpol dan para politisi pun beramai-ramai menyatakan “perang” terhadap golput. Sebagian slogan mereka, “say no to golput”, “yang golput jangan jadi WNI” dan sebagainya. Sikap yang aneh. Seharusnya, mereka berpikir ulang dan introspeksi diri atas penyebab meningkatnya angka golput. Mereka harus sadar bahwa rakyat semakin cerdas, bahwa mereka hanya akan memilih pemimpin dan wakil rakyatnya yang tidak hanya mengumbar janji saat kampanye. Pemimpin dan wakil rakyat yang dipilih adalah mereka yang betul-betul peduli terhadap rakyat, memiliki cita-cita menciptakan kesejahteraan rakyat dan tidak berambisi memperkaya diri sendiri.
Dari uraian di atas, tentunya presiden, wakil rakyat dan politisi lainnya, mestinya menjadikan setiap tahun sebagai tahun politik. Hari-harinya sebagai hari politik. Yaitu tahun dan hari dimana aktivitas mengurusi rakyat dilakukan.
KOMENTAR: Sebagian besar politisi dan partai politik di negeri ini masih memiliki pemahaman tentang politik yang salah kaprah. Politik yang seharusnya dipahami sebagai aktivitas mengurusi rakyat, hanya dipahami oleh mereka sebagai aktivitas yang terbatas pada lobi-lobi politik, penetapan kepemimpinan negara, penetapan undang-undang, kampanye jelang pemilu termasuk melaksanakan pemilu itu sendiri. Sungguh pemahaman yang sangat terbatas dan sempit. Pemahaman yang benar tentang politik tentunya didasarkan pada pendefinisian politik secara benar. Disebutkan dalam kamus Al Muhit bahwa As-Siyasah (politik) berasal dari kata Sasa – yasusu – Siyasatan bi ma’na ra’iyatan (pengurusan). Dengan demikian, politik/siyasah bermakna mengurusi urusan berdasarkan suatu aturan tertentu yang berupa perintah dan larangan. Namun sayang sekali, banyak politisi dan partai politik yang memahami partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (lihat Dasar-dasar Ilmu Politik karya Miriam Budiardjo, Gramedia, 1998).
Pemahaman terbatas tentang politik tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Partai politik dan para politisi memiliki sikap pragmatis yang cenderung akan selalu mengedepankan kepentingan mereka. Mereka hanya sibuk “berpolitik” dan mendekati rakyat di saat mereka memiliki kepentingan untuk itu. Contoh, mereka akan mendekati dan memperhatikan rakyat di masa-masa kampanye jelang pemilu/pilkada. Setelah usai, mereka kembali “tidak peduli”. Mereka serahkan urusan rakyat kepada pemerintah yang menjabat. Demikian pula di saat menyusun RUU atau aturan yang sejenisnya, mereka akan cenderung mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan kelompok mereka dan membuang jauh-jauh hal-hal yang akan merugikan dan mencelakakan mereka. Kepentingan rakyat tidak menjadi prioritas utama. Padahal mereka menyebut dirinya sebagai wakil rakyat.
Penetapan masa jabatan kepala negara dan kepala daerah yang hanya 5 (limat) tahun saja, sejatinya adalah akibat dari adanya sikap pragmatisme para elite politik tersebut. Terlalu banyak yang ingin menjadi dan mencapai posisi kepala negara atau kepala daerah. Sehingga dilakukanlah pemilu/pilkada setiap lima tahun sekali. Padahal jika kita hitung kembali, pelaksanaan pemilu/pilkada tersebut sangat menciptakan biaya yang sangat tinggi (high cost). Belum lagi, jika pemilu/pilkada diadakan dua putaran. Tentunya, dana yang dipakai adalah uang rakyat. Andai saja, pemilu tidak dilakukan sebagai aktivitas rutin lima tahunan, tentunya pemerintah akan dapat mengalokasikan dana tersebut untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga pembangunan dapat berjalan optimal. Akan diperoleh banyak hal dengan dana tersebut. Sekolah-sekolah akan berkondisi layak pakai, sarana dan infrastruktur tersedia, rakyat dapat memperoleh produk yang dibutuhkannya dengan mudah dan murah, kemiskinan akan sangat jauh berkurang, kebodohan akan tereliminasi, dan tentu ujungnya kesejahteraan rakyat tercapai. Semua rakyat akan menjadi “orang kaya”.
Mengapa pemilihan kepala negara/kepala daerah tidak perlu dilakukan secara rutin lima tahun sekali? Tentunya, hal ini sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, bahwa kepemimpinan negara/daerah adalah kepemimpinan yang berlaku seumur hidup pada pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat. Pemimpin negara/daerah terpilih akan berhenti dan diberhentikan dari posisinya, jika secara nyata pemimpin negara tersebut tidak memiliki kemampuan lagi untuk memimpin atau melakukan kemaksiyatan yang menyebabkan yang bersangkutan dinyatakan tidak layak memimpin. Contoh, memiliki cacat fisik dan mental, meninggal dunia atau bermaksiyat. Dengan model kepemimpinan seperti ini, tentunya akan sangat menghemat uang rakyat untuk dibelanjakan pada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu, seperti pembuatan spanduk setiap lima tahun sekali, stiker, kertas suara, spot iklan, kotak suara, pembangunan TPS, honor petugas TPS dan sebagainya. Namun sebaliknya, dana tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Para politisi tidak bersaing dalam memperebutkan posisi pemimpin negara/daerah. Karena mereka sama-sama memahami bahwa siapa saja pemimpinnya, yang sejahtera adalah semuanya, baik rakyat maupun politisi yang tidak terpilih menjadi pemimpin negara/daerah. Bahkan pemimpin negara bersedia “menderita”, asalkan rakyatnya dapat sejahtera. Itulah pemimpin sejati. Karena mereka yakin, bahwa kebahagiaan di dunia berupa kekuasaan dan kekayaan, bukanlah tujuan inti dari hidupnya. Mereka yakin bahwa kehidupan di akhirat kelak-lah yang ingin dicapainya.
Pemahaman seperti ini akan dimiliki rakyat, jika saja partai politik memahaminya dengan baik dan berupaya melakukan pembinaan kepada rakyat agar memiliki pemahaman yang sama. Rakyat akan memahami bahwa ajang pemilu adalah ajang menentukan pemimpin yang akan melakukan fungsi ri’ayah su’unil ummah (mengurusi urasan rakyat), bukan melahirkan pemimpin yang ingin memiliki kemudahan akses dalam memperoleh kekuasaan dan kekayaan.
2. Tidak optimalnya penyelesaian urusan rakyat. Urusan rakyat dianggap sebagai urusan pemerintah yang terpilih sebagai hasil “aktivitas berpolitik” mereka. Kondisi seperti ini, tentunya akan menciptakan tenaga dan “energi” SDM wakil rakyat yang idle (tidak termanfaatkan). Semestinya, wakil rakyat (para politisi & parpol) bekerjasama secara optimal dengan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan kepemerintahaan dan menjalankan program-program pembangunan secara terarah dan terencana. Wakil rakyat melakukan controlling terhadap kebijakan yang dijalankan pemerintah. Dikoreksi jika pemerintah melakukan kesalahan. Dan yang tidak kalah penting juga adalah melakukan pembinaan kepada rakyat, agar rakyat berada pada koridor yang benar dan berperan aktif dalam pencapaian kesejahteraan bersama. Jika kondisi ini terwujud maka percepatan pencapaian kesejahteraan rakyat akan mudah diraih.
3. Rakyat cenderung tidak peduli dengan hal-hal yang disampaikan partai politik dan politisi. Parpol dan politisi mengumbar janji dan program-program pembangunan pada saat kampanye, namun setelah mereka memimpin, mereka sering lupa bahkan melupakan janji dan program yang pernah terlontar di saat kampanye tersebut. Rakyat pun kecewa. Kondisi seperti ini selalu berulang setiap kampanye dan saat mereka telah meraih posisi yang diinginkannya. Mengapa? Karena platform para politisi tentang parpol memang sudah salah kaprah sedari awal. Pendefinisian politik dan parpol sangat pragmatis. Melihat kondisi seperti ini, tentu saja rakyat kecewa dan merasa “tertipu”. Sehingga pada akhirnya memunculkan ketidak-pedulian rakyat terhadap para politisi dan partai politik. Terciptalah angka golput yang tinggi pada setiap pilkada, bahkan pada pemilu. Parpol dan para politisi pun beramai-ramai menyatakan “perang” terhadap golput. Sebagian slogan mereka, “say no to golput”, “yang golput jangan jadi WNI” dan sebagainya. Sikap yang aneh. Seharusnya, mereka berpikir ulang dan introspeksi diri atas penyebab meningkatnya angka golput. Mereka harus sadar bahwa rakyat semakin cerdas, bahwa mereka hanya akan memilih pemimpin dan wakil rakyatnya yang tidak hanya mengumbar janji saat kampanye. Pemimpin dan wakil rakyat yang dipilih adalah mereka yang betul-betul peduli terhadap rakyat, memiliki cita-cita menciptakan kesejahteraan rakyat dan tidak berambisi memperkaya diri sendiri.
Dari uraian di atas, tentunya presiden, wakil rakyat dan politisi lainnya, mestinya menjadikan setiap tahun sebagai tahun politik. Hari-harinya sebagai hari politik. Yaitu tahun dan hari dimana aktivitas mengurusi rakyat dilakukan.
Kamis, 04 September 2008
Saatnya Rakyat Memilih KHALIFAH
.
INFO:
Ajagn Pemilihan Bupati 2008 Kabupaten Bogor berdampak terhadap lambannya penyelesaian permasalahan di beberapa wilayah (Radar Bogor, 30/08/2008)
KOMENTAR:
Bukti lagi, memang rakyat tidak memiliki pemimpin yang mempedulikan rakyat.
Sudah saatnya rakyat memilih KHALIFAH yang akan mengurusi, menjaga dan PEDULI PADA RAKYAT
.
INFO:
Ajagn Pemilihan Bupati 2008 Kabupaten Bogor berdampak terhadap lambannya penyelesaian permasalahan di beberapa wilayah (Radar Bogor, 30/08/2008)
KOMENTAR:
Bukti lagi, memang rakyat tidak memiliki pemimpin yang mempedulikan rakyat.
Sudah saatnya rakyat memilih KHALIFAH yang akan mengurusi, menjaga dan PEDULI PADA RAKYAT
.
Rabu, 03 September 2008
Puasa Jangan Jadi Alasan Penurunan Kinerja
INFO:
Sidang Paripurna DPR sepi peminat. Dari 350 orang, hanya hadir 100 anggota Dewan. "Memang memprihatinkan, mungkin karena puasa," ujar Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar (Radar Bogor, 03/09/2008)
Puasa sepertinya cukup mempengaruhi kinerja aparat Pemerintah Kota Bogor. Buktinya, tak sedikit PNS dalam lingkup pemkot yang lambat masuk kantor dan pulang kerja sebelum waktunya (Radar Bogor, 03/09/2008)
KOMENTAR:
Bukti nyata, bahwa degradasi iman sedang melanda umat ini. Ramadhan tidak dijadikan pemacu peningkatan kinerja para pegawai negara dan wakil rakyat yang digaji dengan uang rakyat.
Rasulullah dan para Shahabat pernah mencontohkan di saat bulan Ramadhan melaksanakan aktivitas kerja seperti biasa, bahkan beberapa kali melakukan peperangan untuk melawan serangan kaum kafir.
.
Sidang Paripurna DPR sepi peminat. Dari 350 orang, hanya hadir 100 anggota Dewan. "Memang memprihatinkan, mungkin karena puasa," ujar Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar (Radar Bogor, 03/09/2008)
Puasa sepertinya cukup mempengaruhi kinerja aparat Pemerintah Kota Bogor. Buktinya, tak sedikit PNS dalam lingkup pemkot yang lambat masuk kantor dan pulang kerja sebelum waktunya (Radar Bogor, 03/09/2008)
KOMENTAR:
Bukti nyata, bahwa degradasi iman sedang melanda umat ini. Ramadhan tidak dijadikan pemacu peningkatan kinerja para pegawai negara dan wakil rakyat yang digaji dengan uang rakyat.
Rasulullah dan para Shahabat pernah mencontohkan di saat bulan Ramadhan melaksanakan aktivitas kerja seperti biasa, bahkan beberapa kali melakukan peperangan untuk melawan serangan kaum kafir.
.
Rabu, 06 Agustus 2008
Pejabat HARUS Jujur
INFO :
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih memberi waktu kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menteri Kehutanan M.S. Kaban. Kedua menteri tersebut diminta memberikan keterangan sejujur-jujurnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan tuduhan menerima aliran dana Bank Indonesia (BI). (Radar Bogor, 05/08/2008)
KOMENTAR :
Sudah suatu kemestian bahwa setiap Pejabat Negara memiliki kejujuran. Jabatan harus dipandang sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Rakyat dan Allah SWT.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih memberi waktu kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menteri Kehutanan M.S. Kaban. Kedua menteri tersebut diminta memberikan keterangan sejujur-jujurnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan tuduhan menerima aliran dana Bank Indonesia (BI). (Radar Bogor, 05/08/2008)
KOMENTAR :
Sudah suatu kemestian bahwa setiap Pejabat Negara memiliki kejujuran. Jabatan harus dipandang sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Rakyat dan Allah SWT.
Labels:
Kinerja Pemerintah,
Pejabat Negara,
Wakil Rakyat
Kamis, 10 Juli 2008
Penghamburan Uang Rakyat
INFO: Sekjen KPU, Suripto Bambang: "Anggaran Pemilu Legislatif & Pilpres 2009 sebesar Rp 14,1 Triliun". (Rakyat Merdeka, 09/07/2008)
KOMENTAR :
Uang Rakyat sebesar ini dihambur-hamburkan. Padahal DPR, Presiden dan Wapres TETAP TIDAK BERPIHAk kepada Rakyat.
Bila saja uang rakyat sejumlah itu digunakan untuk meningkatkan mutu sekolah, dimana masing-masing sekolah mendapat Rp 100 juta, maka akan ada 282.000 sekolah yang terbantu.
Belum lagi, uang rakyat dihamburkan untuk Pilkada.
KOMENTAR :
Uang Rakyat sebesar ini dihambur-hamburkan. Padahal DPR, Presiden dan Wapres TETAP TIDAK BERPIHAk kepada Rakyat.
Bila saja uang rakyat sejumlah itu digunakan untuk meningkatkan mutu sekolah, dimana masing-masing sekolah mendapat Rp 100 juta, maka akan ada 282.000 sekolah yang terbantu.
Belum lagi, uang rakyat dihamburkan untuk Pilkada.
Senin, 07 Juli 2008
Petani & Pertanian Tidak Diperhatikan
Lahan pertanian di wilayah Kabupaten Bogor menyusut. Penyebabnya hilangnya lahan kering maupun basah ini karena kurangnya perhatian Pemkab dalam menjabar visi bupati khususnya pengembangan sektor pertanian. Saat ini saja, di bumi tegar beriman sebagian besar petani hanya sebagai buruh tani di lahan pertanian. Diprediksikan 10 tahun mendatang lahan pertanian di wilayah ini bakal habis. (Radar Bogor, 05/07/2008)
KOMENTAR :
Menyedihkan! Pemerintah lebih tertarik meningkatkan Angka Pertumbuhan Ekonomi, sehingga dapat menarik Investor menanamkan modalnya. Sedangkan investor tidak tertarik “sama sekali” terhadap sektor pertanian, karena pengembangannya yang cenderung lambat. Jadi, pertanian dan petani –yang mayoritas di negeri ini– tidak mendapatkan perhatian. Yang diuntungkan, “selalu” saja pengusaha dan pemilik modal.
KOMENTAR :
Menyedihkan! Pemerintah lebih tertarik meningkatkan Angka Pertumbuhan Ekonomi, sehingga dapat menarik Investor menanamkan modalnya. Sedangkan investor tidak tertarik “sama sekali” terhadap sektor pertanian, karena pengembangannya yang cenderung lambat. Jadi, pertanian dan petani –yang mayoritas di negeri ini– tidak mendapatkan perhatian. Yang diuntungkan, “selalu” saja pengusaha dan pemilik modal.
Labels:
EKONOMI,
Kinerja Pemerintah,
Pengusaha,
Pertanian,
Petani,
Rakyat Kecil
Kepentingan Rakyat Diabaikan
INFO : Rencana pelebaran jalan masuk menuju Bogor Nirwana Residence (BNR) menjadi keheranan Komisi C DPRD Kota Bogor. Anggota Komisi C Usmar Hariman mengaku heran kalau pemkot melakukan rencana pelebaran jalan untuk jalan masuk dan keluar menuju Jalan Dreded dengan mengorbankan tiga kantor pelayanan publik dan makam (Radar Bogor, 02/07/2008)
KOMENTAR :
Lagi-lagi, kepentingan pengusaha diutamakan. Kepentingan Rakyat diabaikan.
KOMENTAR :
Lagi-lagi, kepentingan pengusaha diutamakan. Kepentingan Rakyat diabaikan.
Pemerintah Gak Mau Repot
INFO: Jusuf Kalla: “Kenaikan harga BBM tak berhubungan dengan Pemilu. Saya & SBY lebih baik berhenti jadi Presiden dan Wakil Presiden jika tak berani naikkan BBM yang memberatkan negara” (KOMPAS, 9/5/08)
KOMENTAR:
Pemerintah tidak mau menanggung beban, sehingga naikkan harga BBM yang memberatkan rakyat. “Pemerintah senang, rakyat meradang”. Tidakkah mereka ingat do’a Nabi: “Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku lalu ia membebani mereka, maka bebanilah ia ! (HR Muslim & Ahmad)
KOMENTAR:
Pemerintah tidak mau menanggung beban, sehingga naikkan harga BBM yang memberatkan rakyat. “Pemerintah senang, rakyat meradang”. Tidakkah mereka ingat do’a Nabi: “Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku lalu ia membebani mereka, maka bebanilah ia ! (HR Muslim & Ahmad)
Labels:
BBM,
Kapitalisme Rusak,
Kinerja Pemerintah,
Politik,
Sistem Rusak
TIDAK TEGASnya Pemerintah
INFO: M. Atho Mudzhar, Ka Litbang Depag, kepada Radio Nederland Wereldomroep: “Pemerintah RI memutuskan tidak melarang gerakan moderat Islam Ahmadiyah” (Hidayatullah.com,7/6/08). Kejakgung Hendarman S: “Kalau pun SKB keluar, Ahmadiyah tidak dibubarkan tapi dibekukan” (RCTI 7/6/08)
KOMENTAR :
1) Media Asing sebut Ahmadiyah sebagai “Islam Moderat”
2) Tidak jelas, apa maksud “tidak dilarang” atau “dibekukan”.
Terlihat pemerintah memang TIDAK TEGAS padahal jelas-jelas Ahmadiyah menodai Islam
KOMENTAR :
1) Media Asing sebut Ahmadiyah sebagai “Islam Moderat”
2) Tidak jelas, apa maksud “tidak dilarang” atau “dibekukan”.
Terlihat pemerintah memang TIDAK TEGAS padahal jelas-jelas Ahmadiyah menodai Islam
Labels:
Ahmadiyah,
Kinerja Pemerintah,
Sistem Rusak,
SKB,
Umat Islam
TIDAK SERIUSnya Pemerintah
INFO: Reporter TransTV mengelaborasi/menelusuri SKB tentang Pembubaran Ahmadiyah. Ternyata sampai Rabu 5 Juni 2008 TIDAK ADA KEJELASAN tentang SKB tersebut baik di Depag, Depdagri maupun kejagung. Bahkan, Jubir Kepresidenan Andi Mallarangeng mengaku Presiden belum pernah menerima draft SKB tersebut (TransTV 5/6/08)
KOMENTAR:
Ternyata sangat Jelas, Pemerintah memang TIDAK SERIUS terkait SKB tersebut. Padahal, kelambanan Pemerintah inilah BIANG MASALAH insiden di Monas 1 Juni 2008
KOMENTAR:
Ternyata sangat Jelas, Pemerintah memang TIDAK SERIUS terkait SKB tersebut. Padahal, kelambanan Pemerintah inilah BIANG MASALAH insiden di Monas 1 Juni 2008
Labels:
Ahmadiyah,
Kinerja Pemerintah,
SKB,
Umat Islam
Ahmadiyah SESAT dari Islam
INFO: 1) MUI meminta Pemerintah SEGERA keluarkan SKB tentang Pembubaran Ahmadiyah, 2) Prof. Din Syamsuddin akan berdialog dengan Ahmadiyah (TVOne 6/6/08 pk 00.20)
KOMENTAR:
Yang diperlukan dan mendesak adalah Penetapan bahwa Ahmadiyah SESAT dari Islam, karenanya HARUS dibubarkan. Lalu orang-orangnya diajak dialog untuk kembali pada kebenaran (ruju’ ilal haq)
KOMENTAR:
Yang diperlukan dan mendesak adalah Penetapan bahwa Ahmadiyah SESAT dari Islam, karenanya HARUS dibubarkan. Lalu orang-orangnya diajak dialog untuk kembali pada kebenaran (ruju’ ilal haq)
Labels:
Ahmadiyah,
Kesatuan Umat,
Kinerja Pemerintah,
Sistem Rusak,
Umat Islam
Bentrokan Akibat Kelambanan Pemerintah
INFO: Hamdan Zulfa (wakil Ketua Umum PBB): “Bentrokan antara AKKBB & FPI karena Pemerintah lamban tangani masalah Ahmadiyah”. Kapolres Jakpus Heru Winarko menyesalkan massa AKKBB karena mereka semula hanya berdemo di Bundaran HI tapi ternyata menuju ke monas juga (Republika 2/6/08)
KOMENTAR:
AKKBB adalah gabungan “sosialis, kristen dan kaum liberal”. Tapi, Zuhairi & Guntur Romli ‘mencatut’ nama NU. Ini tujuan mereka sesuai dengan rekomendasi Rand Corporation: “Adu Domba Tradisionalis dengan Modernis”
KOMENTAR:
AKKBB adalah gabungan “sosialis, kristen dan kaum liberal”. Tapi, Zuhairi & Guntur Romli ‘mencatut’ nama NU. Ini tujuan mereka sesuai dengan rekomendasi Rand Corporation: “Adu Domba Tradisionalis dengan Modernis”
Labels:
Adu Domba,
Demonstrasi,
Kinerja Pemerintah,
Sistem Rusak
Penguasa Alihkan Perhatian
INFO : Penguasa alihkan perhatian AKSI UMAT TOLAK KENAIKAN HARGA BBM menjadi isu “Ahmadiyah+Pluralisme” shingga posisi Ahmadiyah dan Aliansi Kebangsaan ada di atas angin, padahal sebelumnya sangat kuat tuntutan untuk SEGERA dikeluarkan SKB 3 Menteri tentang Pembubaran Ahmadiyah. Inilah bukti nyata PENGUASA YANG JAHAT (“Sulthon Jair”). AKIBATNYA:
Ahmadiyah TIDAK JADI DIBUBARKAN
Antar Ummat Islam DIADU-DOMBA (terutama FPI & NU)
Momentum dan isu Tuntutan TOLAK KENAIKAN BBM jadi hilang
Ahmadiyah TIDAK JADI DIBUBARKAN
Antar Ummat Islam DIADU-DOMBA (terutama FPI & NU)
Momentum dan isu Tuntutan TOLAK KENAIKAN BBM jadi hilang
Labels:
Kepentingan Asing,
Kesatuan Umat,
Kinerja Pemerintah
Wisata Istana = "Penyesatan Politik"
INFO: Jubir Kepresidenan Andi Mallarangeng dengan bangga: “Mulai 24/05/3008 Istana Kepresidenan terbuka untuk umum. Istana Presiden berubah menjadi ‘istana rakyat’ (ANTV, 22/05/2008)
KOMENTAR:
Saat ini rakyat tahu pemerintah tidak Pro Rakyat. Kebijakan tentang BBM merugikan rakyat. Tapi, supaya pemerintah tetap dianggap pro rakyat dibuatlah “WISATA ISTANA” tersebut, seolah-olah merakyat. Ini “PENYESATAN POLITIK”. Juga, ini dilakukan untuk mengerem agar istana tidak dijadikan sasaran demo
KOMENTAR:
Saat ini rakyat tahu pemerintah tidak Pro Rakyat. Kebijakan tentang BBM merugikan rakyat. Tapi, supaya pemerintah tetap dianggap pro rakyat dibuatlah “WISATA ISTANA” tersebut, seolah-olah merakyat. Ini “PENYESATAN POLITIK”. Juga, ini dilakukan untuk mengerem agar istana tidak dijadikan sasaran demo
BLT Tidak Mengurangi Angka Kemiskinan
INFO : Bappenas memprediksi angka kemiskinan akan melonjak menjadi 42 juta orang pada 2009 bila tidak ada kompensasi BLT (MetroTV 20/0/2008)
KOMENTAR :
Padahal yang mendapat BLT hanya 19 juta orang, sisanya 23 juta terlantar. BLT hanya setahun, berikutnya rakyat miskin akan tambah miskin. Kezhaliman HARUS DIHENTIKAN.
KOMENTAR :
Padahal yang mendapat BLT hanya 19 juta orang, sisanya 23 juta terlantar. BLT hanya setahun, berikutnya rakyat miskin akan tambah miskin. Kezhaliman HARUS DIHENTIKAN.
Labels:
Bappenas,
BBM,
BLT,
Kemiskinan,
Kinerja Pemerintah,
Rakyat Kecil,
Zhalim
Arogansi AS
INFO: Menteri Kesehatan AD Michael Okerlud Leavitt: AS menolak syarat Menkes Indonesia. Jika kesepakatan tidak tercapai berarti ketidakbersediaan Indonesia berpartisipasi dalam sistem influenza WHO (Koran Tempo 28/04/08)
KOMENTAR :
Ini arogansi AS. Menggunakan WHO sebagai alat untuk menekan Indonesia demi kepentingan mereka.
KOMENTAR :
Ini arogansi AS. Menggunakan WHO sebagai alat untuk menekan Indonesia demi kepentingan mereka.
Labels:
AS,
Kepentingan Asing,
Kinerja Pemerintah,
Menkes,
NAMRU,
WHO
Selasa, 01 Juli 2008
Pengusaha "SALAH", dibiarkan
INFO: Pelanggaran terhadap hak-hak normatif buruh tidak pernah tuntas. Pemerintah yang berfungsi sebagai lembaga pengawasan terhadap ketenagakerjaan dituntut bersikap tegas dalam mengatasi persoalan itu. Dua permasalahan serius yang sering terjadi di lingkungan hubungan industrial yakni pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pelanggaran hak-hak normatif buruh.
“Dua kasus ini diprediksi akan tetap menjadi ancaman bagi buruh apabila tidak ada ketegasan dari pemerintah,” ujar anggota Komisi D DPRD Kota Bogor Ani Sumarni kepada Radar Bogor, beberapa waktu lalu. (Radar Bogor, 30/06/2008)
KOMENTAR: Ketegasan Pemerintah hanya akan dilakukan jika Rakyat Kecil yang melakukan "Kesalahan". TIDAK ADA ketegasan, jika Pengusaha yang berbuat "Kesalahan".
“Dua kasus ini diprediksi akan tetap menjadi ancaman bagi buruh apabila tidak ada ketegasan dari pemerintah,” ujar anggota Komisi D DPRD Kota Bogor Ani Sumarni kepada Radar Bogor, beberapa waktu lalu. (Radar Bogor, 30/06/2008)
KOMENTAR: Ketegasan Pemerintah hanya akan dilakukan jika Rakyat Kecil yang melakukan "Kesalahan". TIDAK ADA ketegasan, jika Pengusaha yang berbuat "Kesalahan".
Labels:
Buruh,
Kinerja Pemerintah,
Rakyat Kecil,
Wakil Rakyat
Langganan:
Postingan (Atom)